Rabu, 09 Februari 2011

...si Skripswiiitttt...


Emmm…ambil Skripsiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ga yaaaaaaa???

Ya…ya…ya…hampir setiap hari, pertanyaan itu muncul, mulai dari teman-teman, saudara, orangtua, bahakan diriku sendiri tak pernah berhenti mennyakannya. Pertanyaan itu menghantui benakku sejak awal aku melanjutkan studiku ke sebuah sekolah tinggi. Gelar ahli madyaku yang aku dapatkan di jenjang D3, memotivasi aku untuk menempuuh jenjang yang lebih tinggi. Nah, sistem di kampusku ini cukup unik. Kita sebagai mahasiswa diperbolehkan memilih menempuh skripsi atau tidak. Apabila kita memilih untuk tidak menempuh skripsi, maka kita wajib untuk menempuh matakuliah pengganti untuk melengkapi SKS transkrip nilai kita nantinya. 

Wakakaka…setelah sekian lama dilema dalam memutuskan menempuh skripsi atau tidak, akhirnya keputusan final yang aku ambil adalah MENEMPUH SKRIPSI!!! Entah darimana keputusan itu pada akhirnya mantab aku ambil.

Oke…Let’s start!!!
Lha terus, harus dimulai dari mana ya?

Hahahaha…lagi-lagi tak tahu harus bagaimana. Hemmm…stag…diam…dan bingung mau ngapain. Nyerah??? Ga lah…kata nyerah ga boleh nongkrong dalam kamus saya! Hee…*sok-sok an banget ya?=D

Tahap awal yang saya lakukan adalah SKSD(sok kenal sok dekat). Cari tahu siapa saja yang pernah menempuh skripsi di kampus saya. And, I got it!!! So, aku add facebook mereka dan mulai tanya-tanya deh. Hemm… tapi sayang, tak semua mulus. Ya…ya…ya…but I still must be optimistic…!!!!

Tak sengaja seorang sahabat berkunjung ke rumah dan menceritakan pengalamannya mengikuti sebuah WORKSHOP SKRIPSI. Wah…betapa antusiasnya diriku mendengarkan cerita sahabatku itu. Nah, ini ni tips buat yang mau skripsi ala workshop skripsi:

  1. kunci dari SKRIPSI adalah BACA…BACA…dan BACA…
  2. kunci kedua yang sangat penting adalah SEMANGAT…SEMANGAT…dan SUPER SEMANGAT!!!!!*wakakaka…salam super…^^
  3. jangan sampai terjebak dengan skripsi orang lain, alangkah baiknya kita membaca teori yang kamu tertarik di sumber berbagai buku lalu aplikasikan pada perusahaan apa yang mau diteliti. O iya, kalau membaca jurnal itu lebih baik daripada baca skripsi.
  4. cari tau WAKTU PRODUKTIF kamu…gunakan waktu prodyktif itu untuk membuat progreess skripsi. Jangan paksakan dirimu di waktu tak produktifmu! Itu hanya akan membuatmu stress, justru maen dan refreshinglah di waktu tak produkstifmu!
  5. buat draff daftar pustaka setiap kamu membaca apapun yang menambah porsi skripsimu!
  6. DON’T SAVE YOUR DATA IN THE SAME PLACE!!!!
Oke deh…itu sebagian resep dalam menempuh “skripswiit” alias skripsi akuntansi.
Wish we luck in this process!



Selasa, 08 Februari 2011

...hahahahaha...


Manusia bagai binatang…
Hukum tak lagi  berguna…


Itu adalah sepenggal bait nyanyian anak jalanan yang tak sengaja aku dengar hari ini. Benar! Ya…menurut saya, bait itu ada benarnya juga. Saking banyaknya masalah yang terjadi di negara kita, membuat kita semakin menjadi bukan seperti seorang makhluk yang biasa disebut manusia….

Bukan manusia?
Lha terus apa?

Manusia bagai binatang!!! Wow…sadis betul kiasan yang satu ini. Kiasan sederhana itu mengingatkan saya pada pelajaran Bahasa Indonesia jaman SMA. Majas, ya…itu salah satu contoh majas atau gaya bahasa yang biasa disebut majas asosiasi. Majas asosiasi ini merupakan majas perbandingan yang membandingkan suatu keadaan dengan gambaran atau sifat benda lain yang sesuai.

Kita boleh setuju atau tidak dengan lagu kiasan pengamen ini. Tapi, kalau dipikir-pikir, semakin lama manusia semakin menunjukan sifat kebinatangannya…heee…maksud saya, semakin sedikit orang yang menunjukan sisi kemanusiaannya. Seperti contohnya sifat individualisme yang semakin berkembang di kehidupan masyarakat.

“Hidupku ya hidupku! Peduli amat dengan kehidupanmu! Emang gue pikirin?!”

Hemm…pernyataan itu sering kita jumpai dalam keseharian kita. Lalu, mana sisi kemanusiaan kita dimana kita diajarkan untuk saling berbagi, untuk saling melengkapi, untuk saling peduli, untuk saling melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain. Kita justru lebih banyak melakukan hal yang buruk dengan sekitar kita, seperti menghina mereka, menyakiti, menjuerumuskan, acuh,saling merugikan baik secara langsung maupun tak langsung, atau bahkan ada pula yang saling membunuh. Lha? Kalau begitu, lama-lama, apa bedanya kita dengan binatang?!



Hukum tak lagi berguna! Hahaha…kalau untuk masalah yang satu ini, saya agak susah berkomentar. Maklum, hukum merupakan salah satu bidang pengetahuan yang mempunyai serentetan peraturan yang harus dipelajari untuk dapat memahaminya dan itu bukan bidang saya. Sebagai orang awam yang tidak mengerti hukum, saya meyakini bahwa negara kita ini merupakan negara hukum. Negara yang punya sebuah sistem untuk membatasi dan mengadili perbuatan buruk warga negaranya. Hanya saja, yang membuat saya ragu adalah kekuatan hukum itu sendiri. Seharusnya, yang terjadi adalah hukum itu saklek! Selain itu, hukum harus bisa dipertanggungjawabkan kebenaran, kejujuran, dan keadilannya. Sayangnya, yang saya lihat sebagai orang awam adalah hukum itu tidak jelas. Rasanya keputusan hukum itu selalu dibarengi dengan sebuah ketidakadilan. Yang kaya dan yang berkelimpahan uang pasti akan selamat dari hukum, padahal mereka benar-benar bersalah. Hal ini begitu memprihatinkan, sebab yang tak memiliki dana cukup akan semakin terpuruk dalam hukum. Dalam kasus sederhana saja…hukum jalanan alias peraturan lalu lintas saja juga tak jelas apa yang seharusnya diberlakukan. Kapan itu saya ditilang di perempatan lampu lalu linntas. Saya memang salah. Jadi ya sesuai peraturan, saya harus membayar denda. Nah, setahu saya, saya harus membayar denda di pengadilan dan harus mengikuti sidang terlebih dahulu. Saat itu saya justru ditawari secara langsung untuk membayar di tempat sebesar Rp50.000,00…lha??? Mahal amat ya? Apalagi saya masih mahasiswa, tak mampu saya membayarnya. Lalu saya memutuskan untuk pengadilan saja. Anehnya lagi, saya malah ditakut-takuti kalau di sidsng itu bisa kena lebih besar, sampai Rp250.000,00. Ahh…peduli amat deh! Lha setahu saya prosedur yang benar adalah sidang kok! Nah, hari itu dengan penuh kekhawatiran nominal brapa yang akan saya bayar, saya membawa banyak uang untuk pergi ke pengadilan (maklum baru pertama, biar aman bawa uang jaga-jaga yang banyak…heee…)E alah…tanpa diduga, pengadilan memutuskan bahwa denda yang saya bayar hanya Rp15.000,00 saja! Astaga…terus saya harus berkomentar apa coba???hahaha…

Hemmm…ya…ya…ya…

Ini masalah pendapat dan ungkapan keprihatinan saja. Apabila memang yang terjadi tidak sesuai dengan yang saya utarakan ya…inilah kebebasan berpendapat…dan pendapat saya yang utama hanya tertawa saja…”hahahahahahaha…”