Selasa, 08 Februari 2011

...hahahahaha...


Manusia bagai binatang…
Hukum tak lagi  berguna…


Itu adalah sepenggal bait nyanyian anak jalanan yang tak sengaja aku dengar hari ini. Benar! Ya…menurut saya, bait itu ada benarnya juga. Saking banyaknya masalah yang terjadi di negara kita, membuat kita semakin menjadi bukan seperti seorang makhluk yang biasa disebut manusia….

Bukan manusia?
Lha terus apa?

Manusia bagai binatang!!! Wow…sadis betul kiasan yang satu ini. Kiasan sederhana itu mengingatkan saya pada pelajaran Bahasa Indonesia jaman SMA. Majas, ya…itu salah satu contoh majas atau gaya bahasa yang biasa disebut majas asosiasi. Majas asosiasi ini merupakan majas perbandingan yang membandingkan suatu keadaan dengan gambaran atau sifat benda lain yang sesuai.

Kita boleh setuju atau tidak dengan lagu kiasan pengamen ini. Tapi, kalau dipikir-pikir, semakin lama manusia semakin menunjukan sifat kebinatangannya…heee…maksud saya, semakin sedikit orang yang menunjukan sisi kemanusiaannya. Seperti contohnya sifat individualisme yang semakin berkembang di kehidupan masyarakat.

“Hidupku ya hidupku! Peduli amat dengan kehidupanmu! Emang gue pikirin?!”

Hemm…pernyataan itu sering kita jumpai dalam keseharian kita. Lalu, mana sisi kemanusiaan kita dimana kita diajarkan untuk saling berbagi, untuk saling melengkapi, untuk saling peduli, untuk saling melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain. Kita justru lebih banyak melakukan hal yang buruk dengan sekitar kita, seperti menghina mereka, menyakiti, menjuerumuskan, acuh,saling merugikan baik secara langsung maupun tak langsung, atau bahkan ada pula yang saling membunuh. Lha? Kalau begitu, lama-lama, apa bedanya kita dengan binatang?!



Hukum tak lagi berguna! Hahaha…kalau untuk masalah yang satu ini, saya agak susah berkomentar. Maklum, hukum merupakan salah satu bidang pengetahuan yang mempunyai serentetan peraturan yang harus dipelajari untuk dapat memahaminya dan itu bukan bidang saya. Sebagai orang awam yang tidak mengerti hukum, saya meyakini bahwa negara kita ini merupakan negara hukum. Negara yang punya sebuah sistem untuk membatasi dan mengadili perbuatan buruk warga negaranya. Hanya saja, yang membuat saya ragu adalah kekuatan hukum itu sendiri. Seharusnya, yang terjadi adalah hukum itu saklek! Selain itu, hukum harus bisa dipertanggungjawabkan kebenaran, kejujuran, dan keadilannya. Sayangnya, yang saya lihat sebagai orang awam adalah hukum itu tidak jelas. Rasanya keputusan hukum itu selalu dibarengi dengan sebuah ketidakadilan. Yang kaya dan yang berkelimpahan uang pasti akan selamat dari hukum, padahal mereka benar-benar bersalah. Hal ini begitu memprihatinkan, sebab yang tak memiliki dana cukup akan semakin terpuruk dalam hukum. Dalam kasus sederhana saja…hukum jalanan alias peraturan lalu lintas saja juga tak jelas apa yang seharusnya diberlakukan. Kapan itu saya ditilang di perempatan lampu lalu linntas. Saya memang salah. Jadi ya sesuai peraturan, saya harus membayar denda. Nah, setahu saya, saya harus membayar denda di pengadilan dan harus mengikuti sidang terlebih dahulu. Saat itu saya justru ditawari secara langsung untuk membayar di tempat sebesar Rp50.000,00…lha??? Mahal amat ya? Apalagi saya masih mahasiswa, tak mampu saya membayarnya. Lalu saya memutuskan untuk pengadilan saja. Anehnya lagi, saya malah ditakut-takuti kalau di sidsng itu bisa kena lebih besar, sampai Rp250.000,00. Ahh…peduli amat deh! Lha setahu saya prosedur yang benar adalah sidang kok! Nah, hari itu dengan penuh kekhawatiran nominal brapa yang akan saya bayar, saya membawa banyak uang untuk pergi ke pengadilan (maklum baru pertama, biar aman bawa uang jaga-jaga yang banyak…heee…)E alah…tanpa diduga, pengadilan memutuskan bahwa denda yang saya bayar hanya Rp15.000,00 saja! Astaga…terus saya harus berkomentar apa coba???hahaha…

Hemmm…ya…ya…ya…

Ini masalah pendapat dan ungkapan keprihatinan saja. Apabila memang yang terjadi tidak sesuai dengan yang saya utarakan ya…inilah kebebasan berpendapat…dan pendapat saya yang utama hanya tertawa saja…”hahahahahahaha…” 

Tidak ada komentar: